Upacara Adat Kalimantan Selatan
1. Upacara Adat Aruh Bahari
Lima balian (tokoh adat) yang memimpin
upacara ritual ,berlari kecil sambil membunyikan gelang hiang (gelang
terbuat dari tembaga kuningan) mengelilingi salah satu tempat pemujaan
sambil membaca mantra, Dihadiri warga Dayak sekitarnya.
Prosesi
adat ini dikenal dengan Aruh Baharin, pesta syukuran yang dilakukan
gabungan keluarga besar yang berhasil panen padi di pahumaan
(perladangan) . Upacara Adat Aruh Baharin, Pesta yang berlangsung tujuh
hari itu terasa sakral karena para balian yang seluruhnya delapan orang
itu setiap malam menggelar prosesi ritual pemanggilan roh leluhur untuk
ikut hadir dalam pesta tersebut dan menikmati sesaji yang
dipersembahkan.

Upacara Adat Aruh Baharin, Prosesi
berlangsung pada empat tempat pemujaan di balai yang dibangun sekitar 10
meter x 10 meter. Prosesi puncak dari ritual ini terjadi pada malam
ketiga hingga keenam di mana para balian melakukan proses batandik
(menari) mengelilingi tempat pemujaan. Para balian seperti kerasukan
saat batandik terus berlangsung hingga larut malam dengan diiringi bunyi
gamelan dan gong.
Untuk ritual pembuka, disebut Balai
Tumarang di mana pemanggilan roh sejumlah raja, termasuk beberapa raja
Jawa, yang pernah memiliki kekuasaan hingga ke daerah mereka.
Selanjutnya, melakukan ritual Sampan Dulang atau Kelong. Ritual ini memanggil leluhur Dayak, yakni Balian Jaya yang dikenal dengan sebutan Nini Uri. Berikutnya, Hyang Lembang, ini proses ritual terkait dengan raja- raja dari Kerajaan Banjar masa lampau.
Para balian itu kemudian juga melakukan ritual penghormatan Ritual Dewata, yakni mengisahkan kembali Datu Mangku Raksa Jaya bertapa sehingga mampu menembus alam dewa. Sedangkan menyangkut kejayaan para raja Dayak yang mampu memimpin sembilan benua atau pulau dilakukan dalam prosesi Hyang Dusun.
Selanjutnya, melakukan ritual Sampan Dulang atau Kelong. Ritual ini memanggil leluhur Dayak, yakni Balian Jaya yang dikenal dengan sebutan Nini Uri. Berikutnya, Hyang Lembang, ini proses ritual terkait dengan raja- raja dari Kerajaan Banjar masa lampau.
Para balian itu kemudian juga melakukan ritual penghormatan Ritual Dewata, yakni mengisahkan kembali Datu Mangku Raksa Jaya bertapa sehingga mampu menembus alam dewa. Sedangkan menyangkut kejayaan para raja Dayak yang mampu memimpin sembilan benua atau pulau dilakukan dalam prosesi Hyang Dusun.
Pada ritual-ritual tersebut, prosesi yang
paling ditunggu warga adalah penyembelihan kerbau. Kali ini ada 5
kerbau. Berbeda dengan permukiman Dayak lainnya yang biasa hewan utama
kurban atau sesaji pada ritual adat adalah babi, di desa ini justru
hadangan atau kerbau.
warga dan anak-anak berebut mengambil
sebagian darah hewan itu kemudian memoleskannya ke masing-masing badan
mereka karena percaya bisa membawa keselamatan. Daging kerbau itu
menjadi santapan utama dalam pesta padi tersebut.
”Baras hanyar (beras hasil panen) belum
bisa dimakan sebelum dilakukan Aruh Baharin. Ibaratnya, pesta ini kami
bayar zakat seperti dalam Islam,” kata Narang.
Sedangkan sebagian daging dimasukkan ke
dalam miniatur kapal naga dan rumah adat serta beberapa ancak (tempat
sesajian) yang diarak balian untuk disajikan kepada dewa dan leluhur.
Menjelang akhir ritual, para balian
kembali memberkati semua sesaji yang isinya antara lain ayam, ikan
bakar, bermacam kue, batang tanaman, lemang, dan telur. Ada juga
penghitungan jumlah uang logam yang diberikan warga sebagai bentuk
pembayaran ”pajak” kepada leluhur yang telah memberi mereka rezeki.
Selanjutnya, semua anggota keluarga yang
menyelenggarakan ritual tersebut diminta meludahi beberapa batang
tanaman yang diikat menjadi satu seraya dilakukan pemberkatan oleh para
balian. Ritual ini merupakan simbol membuang segala yang buruk dan
kesialan.
Akhirnya sesaji dihanyutkan di Sungai
Balangan yang melewati kampung itu. Bagi masyarakat Dayak, ritual ini
adalah ungkapan syukur dan harapan agar musim tanam berikut panen padi
berhasil baik.
lokasi terletak sekitar 250 kilometer utara Banjarmasin ,Desa Kapul, Kecamatan Halong, Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan. (Aruh Baharin, Pesta Padi Dayak Halong kompas.com)
lokasi terletak sekitar 250 kilometer utara Banjarmasin ,Desa Kapul, Kecamatan Halong, Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan. (Aruh Baharin, Pesta Padi Dayak Halong kompas.com)
2. Upacara Adat Maccera Tasi
Upacara Adat Macceratasi merupakan
upacara adat masyarakat nelayan tradisional di Kabupaten Kota Baru,
Kalimantan Selatan. Upacara ini sudah berlangsung sejak lama dan terus
dilakukan secara turun-temurun setiap setahun sekali. Beberapa waktu
lalu, upacara ini kembali digelar di Pantai Gedambaan atau disebut juga
Pantai Sarang Tiung.

Kerbau, kambing, dan ayam dipotong.
Darahnya dilarungkan ke laut. Itulah bagian utama dari prosesi Upacara
Adat Macceratasi. Kendati intinya hampir sama dengan upacara laut yang
biasa dilakukan masyarakat nelayan tradisional lainnya. Namun upacara
adat yang satu ini punya hiburan tersendiri.
Sebelum Macceratasi dimulai terlebih
dahulu diadakan upacara Tampung Tawar untuk meminta berkah kepada Allah
SWT. Sehari kemudian diadakan pelepasan perahu Bagang dengan memuat
beberapa sesembahan yang dilepas beramai-ramai oleh nelayan bagang, baik
dari Suku Bugis, Mandar maupun Banjar. Keseluruhan upacara adat ini
sekaligus melambangkan kerekatan kekeluargaan antarnelayan.
Untuk meramaikan upacara adat ini,
biasanya disuguhkan hiburan berupa kesenian hadrah, musik tradisional,
dan atraksi pencak silat. Usai pelepasan bagang, ditampilkan atraksi
meniti di atas tali yang biasa dilakukan oleh lelaki Suku Bajau. Atraksi
ini pun selalu dipertunjukkan bahkan dipertandingkan pada saat Upacara
Adat Salamatan Leut (Pesta Laut) sebagai pelengkap hiburan masyarakat.
3. Upacara Adat Babalian Tandik
Selain Upacara Adat Macceratasi, Kabupaten Kota Baru juga mempunyai upacara adat lainnya, seperti Upacara Adat Babalian Tandik, yakni kegiatan ritual yang dilakukan oleh Suku Dayak selama seminggu. Puncak acara dilakukan di depan mulut Goa dengan sesembahan pemotongan hewan qurban. Upacara ini diakhiri dengan Upacara Badudus atau penyiraman Air Dudus. Biasanya yang didudus (disiram) seluruh pengunjung yang hadir sehingga mereka basah semua.
Selain Upacara Adat Macceratasi, Kabupaten Kota Baru juga mempunyai upacara adat lainnya, seperti Upacara Adat Babalian Tandik, yakni kegiatan ritual yang dilakukan oleh Suku Dayak selama seminggu. Puncak acara dilakukan di depan mulut Goa dengan sesembahan pemotongan hewan qurban. Upacara ini diakhiri dengan Upacara Badudus atau penyiraman Air Dudus. Biasanya yang didudus (disiram) seluruh pengunjung yang hadir sehingga mereka basah semua.
4. Upacara Adat Mallasuang Manu,
yakni upacara melepas sepasang ayam untuk diperebutkan kepada
masyarakat sebagai rasa syukur atas melimpahnya hasil laut di Kecamatan
Pulau Laut Selatan. Upacara ini dilakukan Suku Mandar yang mendominasi
kecamatan tersebut, setahun sekali tepatnya pada bulan Maret. Upacara
ini berlangsung hampir seminggu dengan beberapa kegiatan hiburan rakyat
sehingga berlangsung meriah.
Upacara Adat Macceratasi, biasanya
diadakan menjelang perayaan tahun baru di Pantai Gedambaan, Kabupaten
Kota Baru. Mudah menjangkau kabupaten berjuluk Bumi Saijaan ini. Dari
Jakarta naik kapal terbang ke Bandara Syamsuddin Noor, Banjarmasin.
Keesokan paginya melanjutkan perjalanan udara dengan pesawat Trigana Air
ke Bandara Stagen, Kota Baru. Bisa juga naik Kapal Cepat Kirana
Jawa-Sulawesi-Kalimantan. Selanjutnya mencarter mobil travel ke lokasi
upacara.
Ritual khas kaum muda mudi suku Mandar yang berdomisili di Kecamatan Laut Selatan, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Mallassung Manu adalah sebutan bagi ritual adat melepas beberapa pasang ayam jantan dan betina sebagai bentuk permohonan meminta jodoh kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Ritual khas kaum muda mudi suku Mandar yang berdomisili di Kecamatan Laut Selatan, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Mallassung Manu adalah sebutan bagi ritual adat melepas beberapa pasang ayam jantan dan betina sebagai bentuk permohonan meminta jodoh kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam pesta adat yang unik ini, para
peserta berangkat secara bersama-sama dari Pulau Laut (Kotabaru) menuju
Pulau Cinta dengan menggunakan perahu. Sesampainya di Pulau Cinta, pesta
adat melepas sepasang ayam jantan dan betina dilaksanakan dengan
disaksikan oleh ribuan penonton
Keinginan agar mudah mencari jodoh dapat
melahirkan ekspresi budaya yang khas. Kekhasan itulah yang dapat
disaksikan dalam Pesta Adat Malassuang Manu. Ritual utama dalam upacara
ini, yaitu melepas ayam jantan dan betina, dilaksanakan di atas sebuah
batu besar yang bagian tengahnya terbelah sepanjang kira-kira 10 meter.
Dari atas batu itu, sepasang ayam tersebut dilemparkan sebagai tanda
permohonan kepada Tuhan supaya dimudahkan dalam mencari jodoh.
Usai melepas sepasang ayam tersebut, para
muda-mudi ini kemudian mengikatkan pita atau tali rafia (yang di
dalamnya telah diisi batu atau sapu tangan yang indah) di atas dahan
atau ranting pepohonan yang terdapat di Pulau Cinta. Hal ini sebagai
perlambang, apabila kelak memperoleh jodoh tidak akan terputus ikatan
tali perjodohannya sampai maut menjemput.
Kelak, pita atau tali rafia tersebut akan
diambil kembali bila permohonan untuk bertemu jodoh telah terkabul.
Pasangan yang telah berjodoh ini akan kembali ke Pulau Cinta untuk
mengambil pita atau tali rafia tersebut dengan menggunakan perahu klotok
yang dihias dengan kertas warna-warni. Makanan khas yang selalu menjadi
hidangan dalam ritual kedua ini adalah sanggar (semacam pisang goreng
yang terbuat dari pisang kepok yang dibalut dengan tepung beras dan
gandum dengan campuran gula dan garam), serta minuman berupa teh panas.
Pasangan ini akan diiringi oleh sanak
saudara untuk mengadakan selamatan. Usai memanjatkan doa, mereka
kemudian melepaskan pita atau tali rafia yang dulu diikatkan di dahan
atau ranting pohon untuk disimpan sebagai bukti bahwa keinginannya telah
terkabul. Selain itu, ritual kedua ini juga merupakan permohonan supaya
dalam kehidupan selanjutnya selalu dibimbing menjadi keluarga yang
sejahtera.
Pesta adat yang pelaksanaannya didukung
oleh pemerintah daerah setempat ini juga dimeriahkan oleh tari-tarian
adat dan berbagai macam perlombaan, seperti voli, sepakbola, dan
lain-lain. Berbagai event lomba tersebut biasanya akan memperebutkan
trophy Bupati Kotabaru atau Gubernur Kalimantan Selatan.
Biasanya Pesta Mallasung Manu diselenggarakan pada bulan Maret—April
Biasanya Pesta Mallasung Manu diselenggarakan pada bulan Maret—April
Pesta adat Mallassuang Manu
diselenggarakan di Teluk Aru dan Pulau Cinta, Kecamatan Laut Selatan,
Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, Indonesia.
5. Upacara Adat Mandi Tian Mandaring
Upacara adat dalam memperingati usia kandungan 7 bulan ternyata di Kalimantan Selatan dinamakan Upacara Mandi Tian Mandaring sering pula disebut dengan istilah bapagar mayang,atau urang banjar bemandi-mandi
karena tempat mandi dalam upacara itu menggunakan pagar mayang. Upacara
ini khusus diadakan untuk wanita hamil yang usia kandungannya sudah
mencapai tujuh bulan.
Pada upacara ini disediakan pagar mayang,
yaitu sebuah pagar yang sekelilingnya digantungkan mayang-mayang
pinang. Tiang-tiang pagar dibuat dari batang tebu yang diikat bersama
tombak. Di dalam pagar ditempatkan perapen, air bunga-bungaan, air
mayang, keramas asam kamal, kasai tamu giring, dan sebuah galas dandang
diisi air yang telah dibacakan doa-doa.
Wanita tian mandaring yang akan mandi di
upacara itu akan didandani dengan pakaian sebagus-bagusnya. Setelah
waktu dan peralatan yang ditentukan sudah siap, wanita tian mandaring
dibawa menuju pagar mayang sambil memegang nyiur balacuk dengan
dibungkus kain berwarna kuning. Saat berada dalam pagar mayang untuk
dimandikan, pakaian yang dikenakan diganti kain kuning kemudian wanita
hamil tadi didudukkan di atas kuantan batiharap dengan beralaskan bamban bajalin. Lima
atau tujuh orang wanita tua secara bergantian menyiram dan melangir
kepala wanita tian mandaring dengan air bunga-bungaan yang telah
disediakan.
Salah seorang wanita yang dianggap paling
berpengaruh diserahi tugas memegang upung mayang yang masih terkatup
tepat diatas kepala. Kemudian upung mayang tersebut dipukul
sekeras-kerasnya hanya satu kali pukulan. Apabila upung mayang tersebut
dipukul satu kali sudah pecah maka merupakan pertanda baik, bahwa wanita
tian mandaring tidak akan mengalami gangguan sampai melahirkan.
Kambang mayang yang ada di dalam upung
dikeluarkan lalu disiramkan dengan air ke kepala sebanyak tiga kali.
Siraman yang pertama tangkai posisinya harus mengarah ke atas, siraman
kedua tangkai mayang harus berada di bawah dan siraman yang ketiga
ditelentangkan dan ditelungkupkan.
Kambang mayang yang berada di
tengah-tengah diambil sebanyak dua tangkai, kemudian diletakkan di
sela-sela kedua telinga sebagai sumping. Berikutnya adalah memasukkan
lingkaran benang berulas-ulas, mulai dari kaki tiga kali berturut-turut.
Pada waktu memasukkan wanita tian mandaring maju melangkah ke depan
setapak, memasukkan kedua mundur, memasukkan ketiga maju lagi setapak.
Pada pintu pagar mayang ditempatkan kuali
tanah dan telur ayam, begitu keluar pagar mayang kuali dan telur itu
harus diinjak oleh si wanita tian mandaring sampai pecah. Selesai
upacara ini wanita tian mandaring dibawa ke dalam rumah beserta undangan
yang hanya boleh dihadiri oleh wanita. Di hadapan hadirin rambutnya
disisir, dirias dan digelung serta diberi pakaian bagus. Sebuah cermin
dan lilin yang sedang menyala diputar mengelilingi wanita tian mandaring
dan dilakukan sebanyak tiga kali, sambil ditapung tawari dengan minyak
likat baboreh. Sumbu lilin yang telah hangus disapukan ke ulu hati
wanita tian mandaring dengan maksud untuk mendapatkan keturunan yang
rupawan dan baik hati. Upacara ini diakhiri dengan bersalam-salaman
sambil mendokan wanita tian mandaring.
6. Upacara Basunat Kalimantan Selatan
1. Asal-usul
Basunat
bagi masyarakat Banjarmasin, Kalimantan Selatan, merupakan hal yang
sangat penting. Bahkan, keislaman seseorang belum dianggap sempurna
apabila orang tersebut belum bersunat. Oleh karenanya, orang-orang
Banjar sejak masih anak-anak (laki-laki berumur antara 6 – 12 tahun, dan
perempuan biasanya lebih muda) telah disunat (Alfani Daud, 1997: 252). Asa bakalalangan haja kaalah kita
(terasa mengganggu perasaan kita), demikian biasanya orang-orang
mengomentari orang-orang Islam (bersyahadat) yang belum disunat. Selain
dilakukan oleh kalangan orang Islam untuk menyempurnakan keislamannya,
ternyata sunat juga dipraktekkan oleh masyarakat lokal yang masih
menganut agama Balian maupun yang beragama Kristen (ibid). Namun sayang, belum ada cukup informasi yang menjelaskan mengapa mereka mempraktekkan sunat.
1. Asal-Usul
Bahuma
atau berladang bagi masyarakat Dayak di Kalimantan tidak semata-mata
merupakan aktivitas ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup, tetapi juga
aktivitas religius untuk berhubungan dengan Sang Maha Pemberi Rizqi. Ada
juga yang menyebutkan bahwa aktivitas bertani yang dijalankan oleh
masyarakat Dayak merupakan bagian dari religi huma. Puncak dari tradisi ritual bahuma adalah Aruh Ganal (kenduri
besar), yaitu pesta yang diadakan setelah panen raya sebagai ungkapan
syukur atas rizqi yang diberikan oleh Sang Maha Pencipta. Selain itu, Aruh Ganal juga sebagai permohonan agar hasil pada musim tanam berikutnya semakin melimpah dan dijauhkan dari hama perusak tanaman.
8. Upacara Baayun Mulud
Upacara ini dilakukan di dalam masjid, pada ruangan tengah masjid dibuat ayunan yang membentang pada tiang-tiang masjid. Ayunan yang dibuat ada tiga lapis, lapisan atas digunakan kain sarigading (sasirangan), lapisan tengah kain kuning (kain belacu yang diberi warna kuning dari sari kunyit), dan lapisan bawah memakai kain bahalai (kain panjang tanpa sambungan jahitan).
Pada bagian tali ayunan diberi hiasan berupa anyaman janur berbentuk burung-burungan, ular-ularan, katupat bangsur, halilipan, kambang sarai, rantai, hiasan-hiasan mengunakan buah-buahan atau kue tradisional seperti cucur, cincin, kue gelang, pisang, kelapa, dan lain-lain.
Kepada setiap orang tua yang mengikutsertakan anaknya pada upacara ini harus menyerahkan piduduk, yaitu sebuah sasanggan yang berisi beras kurang lebih tiga setengah liter, sebiji gula merah, sebiji kelapa, sebiji telur ayam, benang, jarum, sebongkah garam, dan uang perak. Piduduk ini bukan maksud untuk musyrik tetapi nanti akan dimakan beramai-ramai oleh orang yang hadir. Upacara baayun mulud ini sudah merupakan upacara tahunan yang selalu digelar bersama-sama oleh masyarakat Banjar.
Peserta baayun mulud ini tidak terbatas pada bayi yang ada di kampung yang melaksanakan saja, tetapi boleh saja peserta dari kampung lain ikut meramaikan. Bahkan saat ini ada saja orang yang sudah tua ikut baayun karena mereka merasa waktu kecil dulu tidak sempat ikut upacara baayun mulud. Dalam upacara nanti akan dibacakan berbagai syair, seperti syair barzanji, syair syarafal anam, dan syair diba’i. Anak-anak yang ingin diayun akan dibawa saat dimulai pembacaan asyarakal, si anak langsung dimasukkan ke dalam ayunan yang telah disediakan.
Saat pembacaan asyarakal dikumandangkan, anak dalam ayunan diayun secara perlahan-lahan dengan cara menarik selendang yang diikat pada ayunan. Maksud diayun pada saat itu adalah untuk mengambil berkah atas kemuliaan Nabi Muhammad SAW, orang tua yang hadir berharap anak yang diayun menjadi umat yang taat, bertakwa kepada Allah SWT dan RasulNya.
Upacara baayun mulud dilaksanakan pada pagi hari dimulai pukul 10.00, lebih afdhol apabila dilaksanakan bertepatan dengan tanggal 12 Rabiul Awal. Bagi orang tua yang mendapat kesempatan untuk mengikutsertakan anaknya dalam upacara ini akan merasa sangat bahagia dan beruntung.
Tradisi yang dilakukan secara massal ini sebagai pencerminan rasa syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karuniaNya atas kelahiran Nabi Muhammad SAW yang membawa rahmat bagi sekalian alam, upacara ini diibatkan melakukan penyambutan berupa puji-pujian yang diucapkan dalam syair-syair merdu.
9. Upacara Mandi Pengantin ( Badudus )
A. Upacara mandi Pengantin (Badudus)
Upacara
badudus atau bepapai merupakan upacara yang dilakukan pada masa
peralihan antara masa remaja dengan masa dewasa, yang merupakan ritual
yang dilakukan untuk memebersihkan jiwa dan raga.
Calon pengantin yang akan memasuki jenjang perkawinan dinobatkan
sebagai orang dewasa dan harus melalui upacara mandi pengantin
(badudus). Selain itu upacara mandi pengantin juga merupakan sarana
untuk membentengi diri dari berbagai gangguan yang tidak diinginkan.
Karena kalau tidak dipersiapkan penangkalnya kemungkinan kedua mempelai
yang akan melangsungkan pernikahan terserang penyakit, dan kehidupan
rumah tangganya kelak akan digoyahkan oleh berbagai macam rintangan atau dapat dogoyahkan keserasiannya setelah kawin nanti.
1. Asal-usul mandi pengantin (Badudus)
Asal muasal munculnya ritual BAdudus adalah di Tengarai dari tradisi yang berlaku pada zaman kerajaan Negara Dipa
(sekitar tahun 1355 M) dan kerajaan Negara daha (sekitar tahun 1448 M).
dua kerajaan yang muncul secara berurutan ini merupakan bagian dari
mata rantai sejarah kesultanan Banjar yang baru didirikan pada tahun
1525 M. Masyarakat Banjar meyakini bahwa ritual Badudus
harus dilakukan pada waktu-waktu tertentu sebagai bentuk penghormatan
kepada tokoh-tokoh kerajaan masyarakat lokal percaya bahwa leluhur
mereka itu masih hidup di alam gaib dan sewaktu-waktu dapat diundang
dalam acara-acara ritual tertentu, kepercayaan ini dianut secara
turun-temurun, dan jika tidak dilaksanakan, maka diyakini dapat
menimbulkan malapetaka. Pada zaman dahulu, Badudus menjadi ritual yang
khusus dilakukan hanya pada saat acara penobatan seorang raja. Ritual
ini hanya boleh dilakukan oleh para keturunan raja-raja, yakni
orang-orang masih memiliki garis keturunan/garis darah dengan raja-raja
yang pernah berkuasa di kerajaan Negara Daha maupun kerajaan Negara
Dipa.
Setelah
tidak adanya kerajaan di tanah Banjar, acara Badudus tetap dilaksanakan
meski dalam konteks yang berbeda, yakni sebagai rangkaian upacara
perkawinan adat Banjar dan upacara kehamilan pertama.
2. Pelaksanaan Badudus atau Mandi Pengantin
Upacara
Badudus dilaksanakan 3 hari harai sebelum perkawinan. Waktu
pelaksanaannya sore atau malam hari, untuk melaksanakan upacara mandi
pengantin ini, mempelai wanita dicukur alisnya, dibuat cecantung
(cambung) rambut dipinggir dahi dipotong dan dirias secukupnya. Dalam
upacara tersebut disediakan pula piduduk seperti acara tapung tawar,
piduduk tersebut terdiri atas:
1) Seekor ayam (untuk calon mempelai wanita disediakan ayam betina, dan untuk calon memeplai laki-laki disediakan seekor ayam jantan).
2) 5 dipak beras ketan
3) 3 biji telur ayam
4) Gula merah
5) Sebiji kelapa
6) Sebatang lilin
7) Sebiji uang perak
8) Pisau
Adapun perlengkapan dan bahan lainnya yaitu:
2) sasangaan kecil untuk bahan lulur, yakni berupa lulur putih yang dibuat dari tepung beras dan sedikit kunyit.
4) Gelas dandang atau baskom kanal, untuk tempat menampung air bunga 7 rupa.
5) Poci atau teku, untuk tempat menampung air yang digunakan sewaktu berdoa
6) Tempayan atau guci, untuk tempat menampung air mayang, yang terdiri dari mayang mengurai dan mayang terbungkus.
7) Tempayan atau guci lagi untuk menampung air bersih.
10. Upacara Batasmiah ( Pemberian Nama )
Ketika umur kehamilan seorang ibu telah mencapai 9 bulan
maka pihak keluarga harus mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk
menyambut kedatangan "warga baru" (sang jabang bayi), Peralatan dan
perlengkapan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upacara kelahiran pada
masyarakat Banjar adalah: upiah pinang (pelepah pinang), kapit,
sembilu, sarung, kain batik, tepung-tawar, madu, kurma, garam, kukulih,
seliter beras, sebiji gula merah, sebiji buah kelapa, dan rempah-rempah untuk
memasak ikan.
Upiah pinang digunakan untuk membungkus tembuni
(tali pusat). Kapit digunakan sebagai tempat menyimpan tembuni.
Sembilu digunakan untuk memotong tali pusat. Sedangkan, sarung atau kain batik
digunakan untuk membersihkan tubuh bayi ketika tali pusatnya telah dipotong. Tepung-tawar
digunakan untuk menaburi tubuh bayi agar terlepas dari gangguan roh-roh jahat.
Madu, kurma atau garam lebah digunakan untuk mengoles bibir bayi. Dan seliter
beras, sebiji gula merah, sebiji buah kelapa, rempah-rempah
untuk memasak ikan diberikan kepada dukun bayi sebagai ungkapan rasa terima
kasih.
Adapun bapalas
bidan, ini hanya untuk upacara tertentu
yang biasa ada mengeluarkan darah. Yaitu dengan mengadakan acara
selamatan atau memberikan ganti rugi dengan berupa benda tertentu yang biasa,
berupa makanan atau uang, karena akibat melukai seseorang yang mengeluarkan
darah. Seperti anak dengan anak berkelahi, dan ada yang terluka. Maka menurut
adat orang tua, anak yang melukai itu harus memalas kepala anak yang dilukai.
Biasanya
diadakan selamatan dengan memberikan uang atau bahan makanan, seperti beras,
gula dan nyiur
sebagai tanda perdamaian itu.
Ada juga memalas ini dengan menyembelih hewan, tapi ini digunakan kalu hendak
mendirikan bangunan tertentu, dimana darahnya dioleskan pada tiang bangunan
atau pundasi dari bangunan itu agar yang bekerja pada bangunan tersebut tidak
terjadi hal yang berbahaya, seperti jatuh, luka dan sebagainya.
Tetapi acara
bapalas bidan yang diadakan pada umumnya itu merupakan bentuk rasa syukur
kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan karunianya, yang
menyelamatkan ibu beserta anak yang baru lahir itu, beserta para yang hadir
menolong ketika itu. Jadi dengan demikian ini merupakan upacara selamatan untuk
keselamatan ibu dan anak yang baru lahir beserta seluruh tetangga dan keluarga,
termasuk bidan yang menolong, agar segar kembali seperti sediakala.
Kemudian
setelah bayi berumur satu minggu atau lebih, ada upacara yang disebut tasmiah
(pemberian nama), dengan susunan acara sebagai berikut: pembacaan Ayat-ayat
Suci Al Quran (Surat Ali Imran), pemberian nama oleh mualim atau penghulu,
dan barjanji. Sebagai
catatan, dalam barjanji itu, ketika dibaca kalimat asyrakal semua
hadirin berdiri, kemudian bayi dikelilingkan. Mereka, termasuk mualim
atau penghulu, diminta untuk menepung-tawari si bayi dengan baburih-likat.
Dengan berakhirnya upacara tasmiah ini, maka berakhirlah rangkaian
upacara kelahiran pada masyarakat Banjar.
11. Upacara Perkawinan Adat Banjar
Suku Banjar mengenal Daur Hidup
dengan upacara tradisional yang salah satunya adalah Upacara
Perkawinan. Upacara ini merupakan salah satu bagian dari Daur Hidup yang
harus dilewati.
Dahulu orang Banjar umumnya tidak mengenal istilah “berpacaran” sebelum memasuki jenjang perkawinan seperti yang kita ketahui sekarang. Namun, saat itu hanya dikenal istilah “batunangan”. Yaitu, ikatan kesepakatan dari kedua orang tua masing-masing untuk mencalonkan kedua anak mereka kelak sebagai suami isteri. Proses “batunangan” ini dilakukan sejak masih kecil, namun umumnya dilakukan setelah akil balig. Hal ini hanya diketahui oleh kedua orang tua atau kerabat terdekat saja.
Dahulu orang Banjar umumnya tidak mengenal istilah “berpacaran” sebelum memasuki jenjang perkawinan seperti yang kita ketahui sekarang. Namun, saat itu hanya dikenal istilah “batunangan”. Yaitu, ikatan kesepakatan dari kedua orang tua masing-masing untuk mencalonkan kedua anak mereka kelak sebagai suami isteri. Proses “batunangan” ini dilakukan sejak masih kecil, namun umumnya dilakukan setelah akil balig. Hal ini hanya diketahui oleh kedua orang tua atau kerabat terdekat saja.
Pelaksanaan upacara perkawinan memakan waktu dan proses yang lama. Hal ini dikarenakan harus melalui berbagai prosesi, antara lain :
1. Basasuluh.
Seorang laki-laki yang akan dikawinkan biasanya tidak langsung dikawinkan, tetapi dicarikan calon gadis yang sesuai dengan sang anak maupun pihak keluarga. Hal ini dilakukan tentu sudah ada pertimbangan-pertimbangan, atau yang sering dikatakan orang dinilai “bibit-bebet-bobot”nya terlebih dahulu. Setelah ditemukan calon yang tepat segera dicari tahu apakah gadis tersebut sudah ada yang menyunting atau belum. Kegiatan ini dalam istilah bahasa Banjar disebut dengan BASASULUH.
Seorang laki-laki yang akan dikawinkan biasanya tidak langsung dikawinkan, tetapi dicarikan calon gadis yang sesuai dengan sang anak maupun pihak keluarga. Hal ini dilakukan tentu sudah ada pertimbangan-pertimbangan, atau yang sering dikatakan orang dinilai “bibit-bebet-bobot”nya terlebih dahulu. Setelah ditemukan calon yang tepat segera dicari tahu apakah gadis tersebut sudah ada yang menyunting atau belum. Kegiatan ini dalam istilah bahasa Banjar disebut dengan BASASULUH.
2. Batatakun atau Melamar.
Setelah diyakini bahwa tidak ada yang meminang gadis yang telah dipilih maka dikirimlah utusan dari pihak lelaki untuk melamar, utusan ini harus pandai bersilat lidah sehingga lamaran yang diajukan dapat diterima oleh pihak si gadis. Jika lamaran tersebut diterima maka kedua pihak kemudian berembuk tentang hari pertemuan selanjutnya yaitu Bapapayuan atau Bapatut Jujuran.
Setelah diyakini bahwa tidak ada yang meminang gadis yang telah dipilih maka dikirimlah utusan dari pihak lelaki untuk melamar, utusan ini harus pandai bersilat lidah sehingga lamaran yang diajukan dapat diterima oleh pihak si gadis. Jika lamaran tersebut diterima maka kedua pihak kemudian berembuk tentang hari pertemuan selanjutnya yaitu Bapapayuan atau Bapatut Jujuran.
3. Bapapayuan atau Bapatut Jujuran.
Kegiatan selanjutnya setelah melamar adalah membicarakan tentang masalah kawin. Pihak lelaki kembali mengirimkan utusan, tugas utusan ini adalah berusaha agar masalah kawin yang diminta keluarga si gadis tidak melebihi kesanggupan pihak lelaki.
Untuk dapat menghadapi utusan dari pihak keluarga lelaki, terutama dalam hal bersilat lidah, maka pihak keluarga sang gadis itu pun meminta kepada keluarga atau tetangga dan kenalan lainnya, yang juga memang ahli dalam bertutur kata dan bersilat lidah.
Jika sudah tercapai kesepakatan tentang masalah kawin tersebut. Maka kemudian ditentukan pula pertemuan selanjutnya yaitu Maatar Jujuran atau Maatar Patalian.
Kegiatan selanjutnya setelah melamar adalah membicarakan tentang masalah kawin. Pihak lelaki kembali mengirimkan utusan, tugas utusan ini adalah berusaha agar masalah kawin yang diminta keluarga si gadis tidak melebihi kesanggupan pihak lelaki.
Untuk dapat menghadapi utusan dari pihak keluarga lelaki, terutama dalam hal bersilat lidah, maka pihak keluarga sang gadis itu pun meminta kepada keluarga atau tetangga dan kenalan lainnya, yang juga memang ahli dalam bertutur kata dan bersilat lidah.
Jika sudah tercapai kesepakatan tentang masalah kawin tersebut. Maka kemudian ditentukan pula pertemuan selanjutnya yaitu Maatar Jujuran atau Maatar Patalian.
4. Maatar Jujuran atau Maatar Patalian.
Merupakan kegiatan mengantar masalah kawin kepada pihak si gadis yang maksudnya sebagai tanda pengikat. Juga sebagai pertanda bahwa perkawinan akan dilaksanakan oleh kedua belah pihak. Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh para ibu, baik dari keluarga maupun tetangga. Apabila acara Maatar Jujuran ini telah selesai maka kemudian dibicarakan lagi tentang hari pernikahan dan perkawinan.
Merupakan kegiatan mengantar masalah kawin kepada pihak si gadis yang maksudnya sebagai tanda pengikat. Juga sebagai pertanda bahwa perkawinan akan dilaksanakan oleh kedua belah pihak. Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh para ibu, baik dari keluarga maupun tetangga. Apabila acara Maatar Jujuran ini telah selesai maka kemudian dibicarakan lagi tentang hari pernikahan dan perkawinan.
5. Bakakawinan atau Pelaksanaan Upacara Perkawinan .
Sebelum hari pernikahan atau perkawinan, mempelai wanita mengadakan persiapan, antara lain:
a. Bapingit dan Bakasai.
Bagi calon mempelai wanita yang akan memasuki ambang pernikahan dan perkawinan, dia tidak bisa lagi bebas seperti biasanya, hal ini dimaksudkan untuk menjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan (Bapingit).
Dalam keadaan Bapingit ini biasanya digunakan untuk merawat diri yang disebut dengan Bakasai dengan tujuan untuk membersihkan dan merawat diri agar tubuh menjadi bersih dan muka bercahaya atau berseri waktu disandingkan di pelaminan.
Sebelum hari pernikahan atau perkawinan, mempelai wanita mengadakan persiapan, antara lain:
a. Bapingit dan Bakasai.
Bagi calon mempelai wanita yang akan memasuki ambang pernikahan dan perkawinan, dia tidak bisa lagi bebas seperti biasanya, hal ini dimaksudkan untuk menjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan (Bapingit).
Dalam keadaan Bapingit ini biasanya digunakan untuk merawat diri yang disebut dengan Bakasai dengan tujuan untuk membersihkan dan merawat diri agar tubuh menjadi bersih dan muka bercahaya atau berseri waktu disandingkan di pelaminan.
b. Batimung.
Hal yang biasanya sangat mengganggu pada hari pernikahan adalah banyaknya keringat yang keluar. Hal ini tentunya sangat mengganggu khususnya pengantin wanita, keringat akan merusak bedak dan dapat membasahi pakaian pengantin. Untuk mencegah hal tersebut terjadi maka ditempuh cara yang disebut Batimung. Setelah Batimung badan calon pengantin menjadi harum karena mendapat pengaruh dari uap jerangan Batimung tadi.
Hal yang biasanya sangat mengganggu pada hari pernikahan adalah banyaknya keringat yang keluar. Hal ini tentunya sangat mengganggu khususnya pengantin wanita, keringat akan merusak bedak dan dapat membasahi pakaian pengantin. Untuk mencegah hal tersebut terjadi maka ditempuh cara yang disebut Batimung. Setelah Batimung badan calon pengantin menjadi harum karena mendapat pengaruh dari uap jerangan Batimung tadi.
c. Badudus atau Bapapai.
Mandi Badudus atau bapapai adalah uapacara yang dilaksanakan sebagai proses peralihan antar masa remaja dengan masa dewasa dan juga merupakan sebagai penghalat atau penangkal dari perbuatan-perbuatan jahat. Upacara ini dilakukan pada waktu sore atau malam hari. Upacara ini dilaksanakan tiga atau dua hari sebelum upacara perkawinan.
Mandi Badudus atau bapapai adalah uapacara yang dilaksanakan sebagai proses peralihan antar masa remaja dengan masa dewasa dan juga merupakan sebagai penghalat atau penangkal dari perbuatan-perbuatan jahat. Upacara ini dilakukan pada waktu sore atau malam hari. Upacara ini dilaksanakan tiga atau dua hari sebelum upacara perkawinan.
d. Perkawinan (Pelaksanaan Perkawinan)
Upacara ini merupakan penobatan calon pengantin untuk memasuki gerbang perkawinan. Pemilihan hari dan tanggal perkawinan disesuaikan dengan bulan Arab atau bulan Hijriah yang baik. Biasanya pelaksanaan upacara perkawinan tidak melewati bulan purnama.
Upacara ini merupakan penobatan calon pengantin untuk memasuki gerbang perkawinan. Pemilihan hari dan tanggal perkawinan disesuaikan dengan bulan Arab atau bulan Hijriah yang baik. Biasanya pelaksanaan upacara perkawinan tidak melewati bulan purnama.
Kegiatan pada upacara perkawinan ini antara lain:
1). Badua Salamat Pengantin.
Hal ini ditujukan untuk keselamatan pengantin dan seluruh keluarga yang melaksanakan upacara perkawinan itu. Dalam hal ini pembacaan doa-doa dipimpin oleh Penghulu atau Ulama terkemuka di kampung tersebut. Selesai prosesi tersebut para undangan dipersilahkan menikmati hidangan yang telah disediakan. Hal ini berlangsung hingga acara Maarak Pengantin.
Hal ini ditujukan untuk keselamatan pengantin dan seluruh keluarga yang melaksanakan upacara perkawinan itu. Dalam hal ini pembacaan doa-doa dipimpin oleh Penghulu atau Ulama terkemuka di kampung tersebut. Selesai prosesi tersebut para undangan dipersilahkan menikmati hidangan yang telah disediakan. Hal ini berlangsung hingga acara Maarak Pengantin.
2). Bahias atau Merias Pengantin.
Sekitar jam 10 pagi, tukang rias sudah datang ke rumah mempelai wanita untuk merias. Kegiatan ini meliputi tata rias muka, rambut dan pakian, serta kelengkapan lainnya seperti Palimbayan dan lainnya. Bagi pengantin pria, bahias ini dilakukan setelah sholat Zuhur.
Sekitar jam 10 pagi, tukang rias sudah datang ke rumah mempelai wanita untuk merias. Kegiatan ini meliputi tata rias muka, rambut dan pakian, serta kelengkapan lainnya seperti Palimbayan dan lainnya. Bagi pengantin pria, bahias ini dilakukan setelah sholat Zuhur.
3). Maarak Pengantin.
Apabila pihak pengantin sudah siap berpakaian, maka segera dikirim utusan kepada pihak pria bahwa mempelai wanita sudah menunggu kedatangan mempelai pria. Maka kemudian diadakanlah upacara Maarak Pengantin. Pada waktu maarak pengantin biasanya diiringi dengan kesenian Sinoman Hadrah atau Kuda Gepang. Pihak wanita juga mengadakan hal yang sama untuk menyambut mempelai pria juga untuk menghibur para undangan.
Apabila pihak pengantin sudah siap berpakaian, maka segera dikirim utusan kepada pihak pria bahwa mempelai wanita sudah menunggu kedatangan mempelai pria. Maka kemudian diadakanlah upacara Maarak Pengantin. Pada waktu maarak pengantin biasanya diiringi dengan kesenian Sinoman Hadrah atau Kuda Gepang. Pihak wanita juga mengadakan hal yang sama untuk menyambut mempelai pria juga untuk menghibur para undangan.

4). Batatai atau Basanding.
Kedatangan pengantin pria disambut dengan Salawat Nabi dan ketika Salawat itu dikumandangkan pengantin wanita keluar dari dinding kurung untuk menyambut pengantin pria. Di muka pintu, pengantin pria disambut oleh pengantin wanita, untuk beberapa saat mereka bersanding di muka pintu, kemudian mereka di bawa ke Balai Warti untuk bersanding secara resmi.
Kedatangan pengantin pria disambut dengan Salawat Nabi dan ketika Salawat itu dikumandangkan pengantin wanita keluar dari dinding kurung untuk menyambut pengantin pria. Di muka pintu, pengantin pria disambut oleh pengantin wanita, untuk beberapa saat mereka bersanding di muka pintu, kemudian mereka di bawa ke Balai Warti untuk bersanding secara resmi.

Apabila telah cukup waktu bersanding, kedua mempelai diturunkan dari Balai Warti untuk kemudian dinaikkan keusungan atau dinamakan Usung Jinggung, yang diiringi kesenian Kuda Gepang. Setelah di Usung Jinggung kedua mempelai disandingkan di petataian pengantin yang disebut Geta Kencana. Kemudian dilanjutkan dengan sujud kepada orang tua pengantin wanita dan para hadirin serta memakan nasi pendapatan (Badadapatan). Setelah itu kedua pengantin berganti pakaian untuk istirahat.
e. Bajajagaan Pengantin
Pada malam hari pertama sampai ketiga sejak hari perkawinan, biasanya diadakan acara Bajajagaan atau menjagai pengantin, yang isinya dengan pertunjukan kesenian, seperti Bahadrah atau Barudat (Rudat Hadrah), Bawayang Kulit (Wayang Kulit), Bawayang Gong (Wayang Orang), Mamanda dan sebagainya.
Pada malam hari pertama sampai ketiga sejak hari perkawinan, biasanya diadakan acara Bajajagaan atau menjagai pengantin, yang isinya dengan pertunjukan kesenian, seperti Bahadrah atau Barudat (Rudat Hadrah), Bawayang Kulit (Wayang Kulit), Bawayang Gong (Wayang Orang), Mamanda dan sebagainya.
f. Sujud
Tiga hari sesudah upacara perkawinan, kedua mempelai kemuadian di bawa ke rumah orang tua pengantin pria untuk sujud kepada orang tua pengantin pria. Malam harinya juga diadakan acara menjagai pengantin dengan maksud untuk menghibur kedua mempelai yang sedang berkasih mesra itu.
Tiga hari sesudah upacara perkawinan, kedua mempelai kemuadian di bawa ke rumah orang tua pengantin pria untuk sujud kepada orang tua pengantin pria. Malam harinya juga diadakan acara menjagai pengantin dengan maksud untuk menghibur kedua mempelai yang sedang berkasih mesra itu.
Keesokan
harinya mereka dibawa lagi ke rumah mempelai wanita untuk selanjutnya
tinggal di tempat mempelai wanita bersama orang tua mempelai wanita
untuk mengatur kehidupan berumah tangga. Apabila telah mampu untuk
mencari nafkah sendiri barulah berpisah dalam artian berpisah dalam hal
makan saja, namun tetap tinggal bersama orang tua mempelai wanita.
Begitulah
proses upacara perkawinan yang dilakukan oleh suku Banjar pada masa
lalu. Namun pada era globalsasi saat ini tata cara perkawinan tersebut
sudah banyak ditinggalkan oleh masyarakat khususnya masyarakat Banjar.
Hal ini disebabkan oleh perkembangan zaman, yang otomatis dianggap tidak
sesuai lagi dengan budaya-budaya leluhur seperti contohnya upacara
perkawinan tersebut. Dan juga dianggap terlalu bertele-tele. Hal ini
tentu sangat menyedihkan bagi kita, budaya leluhur yang diajarkan secara
turun temurun malah dengan mudahnya kita tinggalkan tanpa ada upaya
untuk melestarikannya. Namun, masih ada juga daerah yang tetap
melaksanakan prosesi tersebut. Seperti di daerah Margasari Kab. Tapin,
di sana masih dilaksanakan prosesi tersebut, namun tidak semuanya
dilaksanakan. Maksudnya ada bagian tertentu yang tidak dilaksanakan lagi
karena dianggap sudah tidak sesuai.
Pada masa sekarang dalam hal mencari calon isteri tidak lagi pengaruh orang tua berperan penting, sekarang anak muda dalam hal mencari jodoh ditempuh dengan cara pacaran seperti yang telah dikemukakan di bagian awal tadi. Di masyarakat perkotaan sudah jarang yang memakai tata cara perkawinan seperti ini, namun tentu ada saja orang yang tetap melaksanakannya.
Untuk itu peran pemerintah dan masyarakat sangat diharapkan untuk melestarikan kebudayaan yang kita miliki ini. Negara kita terkenal karena kebudayaannya yang unik untuk itu kita sebagai generasi penerus haruslah melestarikan kebudayaan yang kita miliki.
Pada masa sekarang dalam hal mencari calon isteri tidak lagi pengaruh orang tua berperan penting, sekarang anak muda dalam hal mencari jodoh ditempuh dengan cara pacaran seperti yang telah dikemukakan di bagian awal tadi. Di masyarakat perkotaan sudah jarang yang memakai tata cara perkawinan seperti ini, namun tentu ada saja orang yang tetap melaksanakannya.
Untuk itu peran pemerintah dan masyarakat sangat diharapkan untuk melestarikan kebudayaan yang kita miliki ini. Negara kita terkenal karena kebudayaannya yang unik untuk itu kita sebagai generasi penerus haruslah melestarikan kebudayaan yang kita miliki.
Demikianlah,
kebudayaan dan adat istiadat yang ada dan tumbuh di Kalimantan Selatan
cukup banyak variasinya sesuai dengan keadaan kelompok sukubangsa dan
kepercayaan yang mereka anut. Meskipun sesungguhnya keberadaan budaya
dan adat istiadat itu sudah diketahui, namun tidak dengan begitu saja
bisa diterima oleh semua pihak karena keterikatan pada pemahaman
masing-masing individu dan kelompok. Apalagi jika budaya dan adat
istiadat itu hendak dikaitkan dengan agama dan kepercayaan penganutnya
secara murni dapat menimbulkan persoalan yang berbau SARA dalam
kehidupan masyarakat. Untuk itu diperlukan kearifan kita dalam
memahaminya supaya kehidupan bermasyarakat selalu harmonis walaupun
berbeda budaya, agama dan kepercayaan. (HRN: disusun dari berbagai
sumber).
em
BalasHapusizin | copas ya
buat tugas